Malam itu, temaram memberi senyum tipisnya diantara kegelapan asap yang mengepungnya. Seolah ingin memberi isyarat baku padanya.
Yaaaa, pada saat itu usianya bertambah. Seperlima abad yang lalu ia terlahir sebagai gadis kecil yang penuh dengan keceriaan.
Gadis dengan segala kesempurnaannya untuk tumbuh menjadi wanita sempurna, sampai akhirnya ia mendapat hadiah terindah dari Tuhan disaat usianya genap 240 bulan.
Ia pernah datang kepada ku. Ia sadar dengan keanehan yang terjadi padanya. Saat itu usianya memiki 234 purnama didalamnya. Cairan merah itu mengacau pada siklusnya.
Aku melihatnya malam itu. Ada simpul kegetiran di bibirnya. Secarik kertas seperti telah memberi racun kepada gadis seperlima abad itu. Ia berjalan ke arah ku, terdiam, menunduk, dan memelukku.
"Malam ini, hari ini, detik ini, aku seperti mendapat hukuman mati. Tuhan kembali mengujiku melalui kertas ini."
Bisikan terakhir yang aku dengar darinya sebelum akhirnya dia tersenyum disana.
"Ia tahu, aku akan semakin kuat dalam usiaku kini. Ujian yang entah bagaimana aku bisa mengerjakannya.
Ia mengirimkannya dengan begitu halus.
Aku bertahan.
Aku bertahan dengan menikmatinya.
Sampai akhirnya ini aku harus kehilangan segalanya. Kehilangan sesuatu yang membuat wanita menjadi tidak sempurna.
Tuhan telah mengambil bagian yang paling berharga yang aku miliki.
Kini aku hidup bukan sebagai seorang wanita yang sempurna. Tuhan menginginkan bagian paling berharga dari organ ku. Dan kini Ia telah mengambilnya.."
Apa yang aku dengar tadi?
Sebuah keluh?
Sebuah kepahitan?
Atau sebuah ucapan datar dari seorang gadis yang tegar?
Ia gadis yang kuat, sangat kuat.
Sekalipun air matanya terus berdesakkan untuk keluar, ia selalu berhasil membangun bendungannya disaat kami sedang bersamanya.
Siang itu, matahari tidak datang dengan senyumannya.
Kami masih bersamanya, melihatnya dengan balutan alat yang menempel ditubuhnya, selang yang semakin erat menyangkut di hidungnya, dan baju biru yang semakin terlihat besar di tubuhnya yang semakin menipis.
Perlahan, ruangan semakin dingin.
Senyumannya memudar.
Denyutnya melemah.
Matanya semakin merapat.
Ia pergi..
Gadis seperlima abad itu pergi menyusul rahimnya yang telah diambil Tuhan terlebih dahulu daripadanya.
Tuhan, kami sayang dia.
Dan satu hal yang kami yakini sekarang, Kau lebih menyayangi dia.
Kau tak ingin membiarkannya hidup dengan kekurangan yang ia miliki.
Kau tak ingin melihatnya terluka karena kekurangannya.
Tuhan, jaga dia untuk kami.