Sabtu, 14 Juni 2014

Semangat dari Bayangan Cahaya Kecil

Ketika jemari ku mulai melemas, pikiran ku mulai tertuju pada imaji nyata, dan..
Hanya ia yang ku lihat.

Tubuhnya besar, memelukku penuh kehangatan, melindungi ku dari segara, menyemangati ku tanpa lelah. Saat aku sibuk dengan lembaran kertas kumal ku, mesin ketik ku, dan serentetan cairan hitam yang mulai mewarnai jemari ku, aku melihat dirinya.
Sesaat, yang ku lihat ia masih membenamkan dirinya dalam maraknya acara televisi.

Aku haus.
Aku butuh minum.
Dan aku melewatinya.
Apa yang ku dapat?
Senyum dan semangat darinya.
Hanya dua kalimat "Tidur, Nak. Masih ada hari esok."
Jawabku...
Tidak.
Masih terlalu dini bagi ku untuk meninggalkan keletikan lusuh ku saat ini.

Aku kembali dalam penjerat malam ku.
Ku kumpulkan lagi semua fokus ku.
Aku tak bisa menahan waktu.
Jarum-jarum itu seperti berlarian mengejar target harian.
Tak terasa, waktu sudah di penghujung hari.
Ayam mulai melakukan pemanasan untuk berkokok.

Aku jenuh.
Dan aku berdiri.
Dan saat itu aku melihatnya.
Melihatnya ditengah cahaya kecil.
Ia tertidur di atas kumpulan busa yang biasa kami duduki bersama untuk bertukar cerita.
Wajahnya lelah, namun kekuatannya tak pernah kalah.
Kekuatan yang selalu digunakannya untuk menghidupiku,,
Menghidupkan senyum ku, menghidupkan kebahagiaan ku, dan menghidupkan semangat ku.

Saat usia ku masih seperti kaki meja, aku yang melihatnya.
Melihat saat ia lusuh dengan keletikannya.
Melihat bagaimana ia bermunajat kepada sang Ilahi untuk kebaikan kami di tengah heningnya kerajaan langit.

Ia yang menularkan semangatnya.
Ia yang mengenalkan ku pada arti sebuah perjuangan.
Meratapi hidup bukan untuk mencapai kesedihan.
Namun, meratapi hidup, menjajakinya perlahan dengan kepayahan, untuk mencapai sebuah kebahagian tanpa adanya kesesatan.
Dan dia...
Ayah ku.....