Selasa, 04 September 2012

Sebagian Kecil dari Sebagian Besar Celotehan Wanita Kecil


     Saat bulan tersenyum, pikiran ku kembali pada masa lalu ku yang tak manis. Waktu itu aku berada dalam keheningan malam. Hanya aku, pena, dan secarik kertas yang masih hidup. Sebenarnya aku sudah diingatkan untuk tidur, karena aku wanita kecil. Tapi aku tidak sekecil itu. Hanya saja mereka yang selalu memperlakukan ku sebagai wanita kecil.
           
     Ibu sudah berpatroli, padahal aku kan bukan buronan! Aku hanya ingin menikmati waktu sendiri ku lebih panjang di malam hari. Tapi dasar wanita kecil! Aku tak tahan melihat bantal dan temannya di pembaringan ku.  Tak urung, ku seret juga tubuhku ke ladang yang nyaris terlupakan ini. Tapi aku gelisah. Aku belum bisa meninggalkan teman terbaikku, pena dan secarik kertas. Ada sesuatu yang harus aku sampaikan pada mereka.

     Apa yang hendak aku sampaikan? Entahlah! Aku sendiri tak tau. Aku tak punya ide. Sebenarnya bulan sudah mendesakku untuk kembali ke alam ku yang kedua. Alam yang membawa ku ke pusat pulas ku. Alam yang dapat melepaskan penat ku sesaat. Tapi, saat aku mulai memejamkan mataku aku teringat pada banyak hal yang menimpaku. Aku ingat wajah-wajah itu, kesendirian ku, teman ku, dan mungkin kisah cinta ku. Bah.!! Wanita kecil mana yang sudah punya kisah cinta? Abaikan! Semuanya tentang cerita hidup ku. Cerita si wanita kecil yang kini sedang menjemput kedatangan wanita besar dalam dirinya.
           
     Ini cerita tentang hidup ku . . .

     Cerita tentang hidup ku? Sombong sekali aku! Memangnya siapa aku? Aku kan hanya seorang wanita kecil. Umurku belum mencapai kepala dua. Ego ku, hemm!! Tak perlu diragukan lagi! Ego ku belum terkendali. Kepalaku sebesar langit. Jadi, aku belum pantas disebut wanita besar, wanita dewasa atau, apapun itu. Aku tak peduli! Aku hanya wanita kecil. Wanita kecil yang mempunyai banyak mimpi dan harapan.

     Peduli apa kalian dengan segala cerita ku ini.?!?
     Bumi saja tidak peduli dengan ku.

     Hanya Ibu yang peduli dengan ku. Bukan Mama, Mom, Mum, atau apapun itu. Yang jelas aku hanya punya Ibu.!! Ia yang pertama mengubah nasi menjadi danging di tubuhku sejak aku berada di dalam kantung biologisnya dulu. I - B - U. Apa artinya IBU.?!

     Ibu ku bau keringat. Biarkan saja, aku nyaman berada di dekatnya. Ibu ku berkicau seperti beo. Aku tak peduli, bagiku itu nyanyian indah yang bisa aku ingat saat aku berada dalam setiap situasi. Ibu ku berputar seperti gangsing. Lho, dia saja tidak lelah, mengapa aku harus lelah melihatnya? Ibu ku selalu terbit sebelum matahari bangun dari peraduannya. Ibu ku pulas saat si jago mulai berkokok.

     Ibu memang wanita kuat. Aku ingat saat kami tak bisa melihat Ayah sepenuhnya. Hanya ada aku, Ibu, dan anak laki-laki yang umurnya 18 bulan di atas ku. Kebetulan kami pernah tinggal di rahim yang sama. Jadi, lebih tepatnya jika aku sebut anak laki-laki itu sebagai kakak ku. Ya, hanya kami bertiga yang menjadi penghuni rumah saat itu. Ayah bekerja dalam atmospher lain.
           
     Ibu wanita hebat. Ibu tak hanya Ibu, Ibu bisa menjadi Ayah, teman, guru, koki, dokter, hakim, menteri keuangan, penjahit, bahkan satpam yang selalu siap menjaga kami setiap malam. Mungkin kalau Ibu jadi pemain film seperti Maudi, Ibu bisa mendapat banyak piala citra karena Ibu bisa melakoni banyak peran. Ibu yang telah mengajarkan ku pada banyak hal.

       Ibu, ibu, ibu

    Aku rindu ibu, padahal baru 60 menit yang lalu aku melihatnya. Hemm, sudah pukul berapa ini?! Tak patut bagi wanita kecil jika matanya masih segar pada waktu ini. Baiklah, aku akan berangkat menuju pusat pulas ku. Selamat malam..


Senin, 27 Agustus 2012

Hidupkan Aku Dalam Kekurangan Ku

Aku camar yang tak bersayap
Aku keledai yang berkaki dua
Aku beo tanpa paruh
Dan aku.....
Hidup

Aku bukan ular
Aku bukan kera dengan sejuta kelincahannya
Aku bukan kancil dengan sejuta akalnya
Dan aku.....
Tidak mati

Seharusnya
Aku lah percikan kebahagian kecil dari Tuhan
Aku lah pecahan senyuman mu kelak
Aku lah puing surga yang mampu menyejukkanmu setiap saat
Yaa, itu lah harapan mu

Namun,
Tuhan mengirimkan ku sebagai pondasi surga mu kelak
Aku hadir bukan sebagai harapan mu

Aku hanya camar tak bersayap yang takkan penah mampu terbang sendiri
Aku keledai berkaki dua yang hanya mampu merebahkan tubuh dalam kehangatan mu
Aku hanya beo tanpa paruh, mampu bersua namun tak pernah tahu apa yang ku ucap

Mungkin bagimu aku hanya benda mati yang ditiupi ruh oleh Tuhan

Ibu,
Walau raut ku mati, aku tetap hidup
Walau raut ku mati, aku tahu kepayahan mu
Walau raut ku mati, aku pun mengerti harapan mu

Ibu,
Hidupkan aku dalam kekurangan ku..

Sabtu, 25 Agustus 2012

Ayah...

Kala bintang senja mulai menabur serbuk sepi
Setelah siang memandu keramaian
Imaji pun menuntun goresan pensil

Pria bertubuh kekar dengan sorotan mata penuh kasih..
Memeluk dengan sentuhan batin
Ayah..
Yaaa, sesaat aku terdiam
Teringat pada sebuah pesan kecil dalam ponsel ku

"Arti Ayah bagi kami gadis kecilnya,,

Bagi kami yang mulai meniti hidup tanpa orangtua,
Tak jarang kami merasa rindu dengan Ibu.
Bagaimana dengan ayah?

Ibu memang tak pernah bosan menghubungi kami hanya sekedar untuk menanyakan kabar.
Ayah?
Tidak, ayah sibuk dengan urusannya di kantor.

Satu kesimpulan kecil yang kami buat hanya karena sering melihat ayah lebih banyak berhubungan dengan rekannya.
Bodoh.!!
Kami tidak pernah tahu jika ternyata ayah lah yang mengingatkan ibu untuk menghubungi kami..

Saat kecil,
Ibu lebih sering mendongeng.
Ayah?
Kemana ia?
Melihat senyumannya di pagi hari saja kami sudah senang.
Mengharapkannya di malam hari?
Harapan yang mustahil

Yaaa, lagi-lagi kami membuat kesimpulan bodoh.
Kami tidak sadar bahwa sepulang ayah bekerja, dengan wajah lelah ayah selalu menanyakan pada ibu, apa yang kami lakukan seharian.
Mengecup kening kami saat kami tertidur pulas.

Saat kami sakit,
Ayah kadang membentak
'Sudah dibilang jangan minum es!'
Kami berlari pada ibu karena takut pada ayah
Tapi kami tidak tahu bahwa sebenarnya ayah khawatir..

Ketika kami remaja,
Kami menuntut untuk dapat izin keluar malam.
Ayah dangan tegas berkata 'tidak boleh !'
Dan kami pun benar-benar tidak sadar bahwa ayah hanya ingin menjaga kami..
Karena bagi ayah, kami adalah bongkahan berlian yang diberikan oleh Tuhan

Saat kami bisa lebih dipercaya,
Ayah pun melonggarkan peraturannya.
Kami akan memaksa untuk melanggar jam malamnya.
Maka yang dilakukan ayah adalah menunggu di ruang tamu dengan sangat khawatir.

Ketika kami dewasa dan harus mengambil kehidupan di kota lain,
Ayah harus melepas kami.
Ayah, apakah tubuh ayah terasa kaku untuk memeluk kami waktu itu?
Seberapa besar bendungan yang kau bangun di pangkal mata mu?

Saat kami diwisuda,
Ayah adalah orang pertama yang berdiri dan bertepuk tangan untuk kami.
Ayah akan tersenyum dan bangga

Sampai ketika teman pasangan kami datang untuk meminta izin mengambil kami dari ayah
Ayah akan sangat berhati-hati dalam memberi izin
Dan akhirnya..
Saat ayah melihat kami duduk dipelaminan bersama seorang yg dianggapnya pantas,
Ayah pun tersenyum bahagia
Yaaa, tersenyum bohong dengan memasung jeritan agar tak tertularkan rasa iba

Ayah, apa kau benar-benar bisa melepaskan kami?
Apa yang kau lihat saat itu?
Gadis kecil mu, atau wanita yang siap menempuh kehidupan baru dengan pendampingnya?
Kami melihat air mata diwajah mu.
Apakah itu tangisan bahagia?

Yang bisa kami lihat dari wajah mu adalah harapan kecil mu
'Semoga Putri kecilku yang manis berbahagia bersama pasangannya'

Ayah, apakah kau masih mau menunggu kedatangan kami bersama cucu-cucu mu kelak?
Menunggu saat rambut mu mulai memutih dengan tubuh yang tidak sekuat dulu saat kami masih berada dipangkuan mu..

Maafkan kami ayah karena telah membuat mu khawatir..
Love you Ayah,,

Sincerely, your daugther"


Apa yang ku dapat.??
Tamparan kecil dari pertanyaan ku selama ini
Aku dibangunkan oleh kegelisahanku sendiri,
Tuhan menitipkan ku padanya,
Menitipkan keceriaan beserta kenalakan ku

Ayah, kau tetap pria terbaik..

Aku, TER-baik.?!? Mudahkah itu, Tuhan.??

Huff
Semoga saja tangan ku masih mampu untuk melakukan ini
Aku selalu tidak mengerti dengan gerakan jemari ku
Mau kemana ia, apa yang akan ia buat
Sepertinya jemari ku sudah bersatu dengan alam pikiran ku
Saat telingaku memanas, bibir ku tak mampu berucap, dan pikiran ku runyam, jari-jari ku malah mampu bergerak lebih cepat dari biasanya
Menari lebih lincah dari bisanya
Dan melompat dengan tangkas di atas tombol-tombol penuh makna
Tidak seperti saat aku berada dalam kelas ataupun ketika aku tertidur

Huff
Jadiiii
Aku tak tau.. :|
Baiklah, mungkin aku harus mengalah
Biarkan jari-jari ku ini menari di atas tombol yang penuh makna
Dan aku
Baiklah, aku akan kembali menjadi pengikutnya
Pengikut setia dalam mengikuti gerakannya

Huff
Seseorang selalu menuntutku untuk menjadi TERbaik
Astaga,,
Mudahkah itu Tuhan??
Dan dia?
Bagaimana dengan dia?
Dia seperti beo yang mampu melafalkan pancasila
Berucap namun tidak bergerak
Berkata namun tak mengerti akan makna
Dan sekarang?
Sekarang dia menuntutku..

Huff
Perintahnya memang tidak membuat ku rugi
Aku malah bisa meraup banyak keuntungan di dalamnya
Tapi, bagaimana dengan caranya?
Cara dia ketika memberi perintah untukk ku,
Cara dia ketika menghujat ku
Cara dia ketika....
Ah, sudahlah
Mengingatnya hanya akan membuat tensi darah ku meningkat
Dan mungkin sampai tidak bisa terdeteksi :|

Huff
Melihat jemari ku menari dan membiarkannya berloncatan diantara tombol-tombol ini membuat ku sedikit lebih tenang
Setidaknya aku bisa melihat tarian gratis dari salah satu bagian tubuh ku
Dan mungkin aku akan mulai mengatrol ucapan si beo
Baiklah
Tanpa kebencian, dendam, atau apapun itu
Hanya raut datar dengan sedikit sentuhan senyuman didalamnya

Jumat, 24 Agustus 2012

Tulisan Apa Ini.?!?

Hari ini aku kembali menyakiti diri dengan cara terbaik ku
Hanya dengan memutar lagu, mengatur cahaya pijar, dan membangun posisi tubuh
Mereka bagian dari sponsor yang meramaikan suasana hati ku kala ini

Aku terbuai dalam alunan lagu yang sering ku putar ketika aku bersamanya
Aku terbuai dalam balutan cahaya kecil dalam ruangan dimana aku selalu menunggu kehadirannya dalam ponsel ku
Aku terbuai dalam posisi tubuh saat aku menulis pesan kecil untuknya

Bodohnya aku
Disaat aku takut terbakar, aku malah bermain api
Disaat aku takut basah, aku malah bermain air

Aku yang salah
Seharusnya, aku gunakan pelampung ku ketika kemarin aku memilih untuk ikut brlayar
Kini aku tenggelam
Aku tersesat diantara karang bisu yg hanya bisa melihat ku sebagai makhluk kecil nan bodoh

Pulangkan aku
Pulangkan aku
Pulangkan aku

Pulangkan aku dalam tubuh ku

Senin, 16 Juli 2012

Untuk Dia yang Selalu Tersenyum di "SANA"

Malam itu, temaram memberi senyum tipisnya diantara kegelapan asap yang mengepungnya. Seolah ingin memberi isyarat baku padanya.

Yaaaa, pada saat itu usianya bertambah. Seperlima abad yang lalu ia terlahir sebagai gadis kecil yang penuh dengan keceriaan.

Gadis dengan segala kesempurnaannya untuk tumbuh menjadi wanita sempurna, sampai akhirnya ia mendapat hadiah terindah dari Tuhan disaat usianya genap 240 bulan.

Ia pernah datang kepada ku. Ia sadar dengan keanehan yang terjadi padanya. Saat itu usianya memiki 234 purnama didalamnya. Cairan merah itu mengacau pada siklusnya.

Aku melihatnya malam itu. Ada simpul kegetiran di bibirnya. Secarik kertas seperti telah memberi racun kepada gadis seperlima abad itu. Ia berjalan ke arah ku, terdiam, menunduk, dan memelukku.

"Malam ini, hari ini, detik ini, aku seperti mendapat hukuman mati. Tuhan kembali mengujiku melalui kertas ini."
Bisikan terakhir yang aku dengar darinya sebelum akhirnya dia tersenyum disana.

"Ia tahu, aku akan semakin kuat dalam usiaku kini. Ujian yang entah bagaimana aku bisa mengerjakannya.
Ia mengirimkannya dengan begitu halus.
Aku bertahan.
Aku bertahan dengan menikmatinya.
Sampai akhirnya ini aku harus kehilangan segalanya. Kehilangan sesuatu yang membuat wanita menjadi tidak sempurna.
Tuhan telah mengambil bagian yang paling berharga yang aku miliki.
Kini aku hidup bukan sebagai seorang wanita yang sempurna. Tuhan menginginkan bagian paling berharga dari organ ku. Dan kini Ia telah mengambilnya.."

Apa yang aku dengar tadi?
Sebuah keluh?
Sebuah kepahitan?
Atau sebuah ucapan datar dari seorang gadis yang tegar?

Ia gadis yang kuat, sangat kuat.
Sekalipun air matanya terus berdesakkan untuk keluar, ia selalu berhasil membangun bendungannya disaat kami sedang bersamanya.

Siang itu, matahari tidak datang dengan senyumannya.
Kami masih bersamanya, melihatnya dengan balutan alat yang menempel ditubuhnya, selang yang semakin erat menyangkut di hidungnya, dan baju biru yang semakin terlihat besar di tubuhnya yang semakin menipis.

Perlahan, ruangan semakin dingin.
Senyumannya memudar.
Denyutnya melemah.
Matanya semakin merapat.

Ia pergi..
Gadis seperlima abad itu pergi menyusul rahimnya yang telah diambil Tuhan terlebih dahulu daripadanya.

Tuhan, kami sayang dia.
Dan satu hal yang kami yakini sekarang, Kau lebih menyayangi dia.
Kau tak ingin membiarkannya hidup dengan kekurangan yang ia miliki.
Kau tak ingin melihatnya terluka karena kekurangannya.

Tuhan, jaga dia untuk kami.

Selasa, 05 Juni 2012

Celotehan Kecil dari Wanita Kecil


Malam ini terasa begitu pahit
Aroma malam menebarkan rona kegelapannya
Segelap hatinya yang sudah lama tertutup untuk ku
Apa yang harus aku lakukan?
Entahlah..
Hanya Dia sang penguasa yang setia bersama ku

Derasnya air mata semakin meramaikan suasana malam ini
Malam ini aku datang untuk-Nya
Ku serahkan semua tugas ku kepada-Nya
Mungkin Dia akan membantu ku dalam merevisi tugas-tugas ku selama ini
Tugas apalagi yang harus aku terima kali ini?
Dan, apa yang akan aku terima jika aku belum lulus dalam tugas ku?
Hukuman, atau tambahan waktu agar aku dapat berpikir dimana letak kesalahanku?

Hidup ku terlalu banyak mengeluh
Aku sadar, aku tidak sekuat apa yang aku pikirkan
Aku bukan wanita besar seperti yang sudah ku ucap sebelumnya
Aku hanya wanita kecil yang sedang belajar untuk menjadi wanita besar
Aku terlalu lemah untuk menyimpannya sendiri

Jadi, apa yang harus aku perbuat sekarang?
Air mata ku sudah mengering
Mungkin jika ada bank air mata, aku akan meminjamnya disana
Jantung ku berdetak lebih cepat
Hati ku pilu
Bibir ku kelu
Pikiran ku kalut dalam bayang-bayang wajahnya

Sebenarnya, siapa dia?
Ingin rasanya aku berteriak
Melepaskan semua hewan yang sudah lama terkurung dalam pasungannya.
Berdosakah aku jika aku mengharapkannya?
Mungkin disini aku akan terlihat sebagai pengemis
Pengemis terkaya yang pernah ada

Kuatkan aku Tuhan..

Selasa, 08 Mei 2012

Ku buat ini ketika usia ku 19 tahun 4 bulan 8 hari 21 jam 20 menit 30 detik


Tuhan,,
Hidup ku memang bukanlah rumus yang bisa ku cari hasilnya
Hidup ku bukanlah angka yang bisa ku hitung jumlahnya
Aku hanyalah boneka Mu,
Selentingan kecil dari banyak ciptaan Mu yang mampu berdiri gagah melebihi ku

Tuhan,,
19 tahun sudah Kau menjadi dalang dalam kehidupan ku
233 bulan aku menjadi bagian dari boneka Mu
7068 hari Kau memegang tangan ku
169629 jam Kau menuntunku
10177760 menit selalu Kau bersama ku
610665630 detik juga Kau tidak pernah berpaling dari ku..
Sebuah angka fantastis jika aku mengubahnya menjadi lembaran kertas berangka

Terlintas dibenakku,
Apa yang telah aku lakukan selama ini untuk Mu?
Aku hanya mengadu
Aku hanya menangis
Menuntut, meminta, dan menyesali kehidupan ku..

Dan,,
Pantaskah jika ku sebut ini sebagai hutang ku pada Mu?
Jika ini memang hutang, masih kah aku diijinkan untuk berhutang?

Aku hanya meminta 1 permintaan kecil dari Mu
"Tetaplah bersama ku sekalipun angka yang ku miliki semakin melambung.."

Minggu, 06 Mei 2012

Aku yang berikutnya..

Tertuntun tangan ini untuk kembali menyenggamai pena dan buku kecil ku yang ku letakkan dalam Pandora ku.
Sudah lama aku tidak berbagi dengan mereka.
Sudah lama aku tidak menjamahi mereka.
Sebenarnya aku hanya ingin bercerita tentang matahari ku yang kini sedang menyinari hidup ku.
Egoisnya aku……
Membuka Pandora hanya untuk bercerita tentang dia,,
Tapi, apa gunanya mereka selain untuk mendengarkan dan mengiyakan setiap keletik-keletik dari tulisan ku?
Sudahlah,,
Biarkan keegoisan ku ini mengambil alih semuanya.
Biarkan aku bercerita, dan kalian,,
Untuk pena, tetaplah menari untukku,,
Dan kau, buku kecil ku,,
Bersabarlah untuk tetap menjadi panggung pentas dari tiap kata-kata ku..

Kini aku bercahaya
Indah sekali,,
Seindah dia memberi seberkas cahaya yang mulanya hanya setitik 
Awalnya, aku pikir aku hanya akan mati dalam kegelapan ku
Lapuk dalam kepengapan ku
Tenggelam dalam penantian ku
Tapi kini,
Kini dia datang
Matahari ku datang
Ia tidak terbit dari timur
Ia datang dengan caranya
Seluncuran kata penuh makna ia jatuhkan padaku
Mengambil ku dari kegelapan

Dan, apa yang harus ku sampaikan pada Tuhan?
Ucapan terimakasih?
Hanya itu?
Umm, aku yakin tidak
Mungkin aku harus berjanji
Ya, berjanji untuk tetap menjaga sinar itu.. :)

Pena dan buku kecil ku..
Apa kalian marah terhadap ku?
Mungkin saat ini kalian marah padaku karena aku sudah tidak sendiri,,
tenanglah,
aku masih mendatangi kalian untuk berbagi